MEMPERTANYAKAN FOKUS APBD RIAU 2020

H. Sofyan Siroj Abdul Wahab, LC, MM (Anggota Komisi III DPRD Provinsi Riau)

Realisasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) masih menjadi pekerjaan rumah utama. Presiden mewanti-wanti betul Pemda agar belanja dapat diakselerasi.

Di tengah dampak wabah Covid-19 yang memukul telak perekonomian nasional hingga pelosok daerah, belanja daerah obat paling mujarab bagi perekonomian yang “anemia”. Di tingkat daerah, Gubernur Riau (Gubri) Syamsuar saat rapat virtual bersama bupati/walikota di Gedung Daerah Pekanbaru belum lama ini mem-forward pesan dan instruksi Presiden ke bupati/walikota se-Riau perihal percepatan pelaksanaan kegiatan APBD 2020 di triwulan III. Pasalnya masih banyak realisasi anggarannya masih rendah. Dari penjelasan Gubri, rendahnya realisasi APBD kabupaten/kota karena Pemda khawatir dana transfer yang belum ada kepastian. Dengan anggaran terbatas sementara kebutuhan penanganan Covid-19 masih berlanjut, maka resiko jika menggesa kegiatan lain. Hujjah tadi cukup beralasan plus sekaligus kritikan ke pemerintah pusat. Kita mengapresiasi bila Gubri menyampaikan ke Presiden supaya dana transfer tidak ada lagi tunda salur.

Instruksi realisasi APBD tentu bukan sekedar diteruskan ke kabupaten/kota. Tapi juga cambuk motivasi bagi Pemprov yang pelaksanaan APBD-nya senasib. Tercatat hingga Agustus realisasi APBD 2020 untuk keuangan baru 36,94 persen, sementara fisik 39,39 persen. Memang ini tak lepas dari kondisi. Namun mengkambinghitamkan faktor eksternal bukan jawaban elegan. Harus ada strategi dan langkah meski sumber daya terbatas. Mungkin ini hikmah dibalik pandemi. Agar pemerintah dan juga swasta dididik sigap menyikapi berbagai kemungkinan dengan contingency plan. Bak pepatah barat: plan for the worst, hope for the best. Juga agar manajemen APBD efisien, efektif dan ekonomis serta berdampak langsung ke masyarakat. Disamping itu menyadarkan perlunya pendekatan lebih baik terhadap manusia bangsa, yang sebelum pandemi produktivitas terus digenjot tapi abai akan hak dan perlindungan kesehatan. Jangankan swasta, Pemda saja banyak melanggar azas. Cek saja tenaga honor di Pemda, banyak haknya belum layak, upah tak sesuai regulasi bahkan telat diberikan. Dalam Islam ini dicela, sebagaimana hadist: “…tiga orang yang akan menjadi musuh-Ku di hari kiamat (diantaranya): orang yang mempekerjakan seseorang kemudian orang tersebut memenuhi tugasnya namun dia tidak diberikan upahnya (yang sesuai)” (HR. Bukhari dan Ibn Majah). Kini saat pandemi tersadarkan, bukan elit dan pejabat tapi sektor ekonomi “akar rumput” kunci selamatnya negara dari ancaman resesi.

Belum Fokus

Dibentuknya Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional sudah tergambar roadmap dengan jelas. Tinggal koordinasi dan implementasi. Aspek penanganan ditujukan sebagai proteksi bagi warga dari virus yang mengancam kesehatan dan nyawa. Karena SDM sehat berkorelasi dengan produktivitas; manusia memproduksi ekonomi bukan sebaliknya. Memuncaknya kasus Covid-19 belakangan adalah warning. Bukti bahwa menggesa new normal terbukti ngasal. Istilah tadi dan lain seperti “transisi” terlanjur gagal dipahami seakan kurva pandemi tanah air sudah landai, akibatnya kewaspadaan longgar. Pemda Riau mesti jadikan ini pelajaran untuk memproteksi daerah lebih baik. Beberapa Pemda saat ini bahkan berani mengambil langkah diskresi sesuai kewenangan, semisal Pemda DKI yang kembali menggelar PSBB ketat meski mendapat sorotan pusat. Ini bukan soal gagah-gagahan. Semata agar kita bisa lebih cepat melewati masa frustasi ini. Lebih baik mundur selangkah lalu berlari mengejar ketertinggalan. Terpenting penanganan Covid-19 berjalan tanpa mengenyampingkan pemulihan ekonomi masyarakat.

Oleh karena itu terkhusus Pemprov Riau harus menyiasati secara cermat dan tepat. Sayangnya kami di lembaga legislatif belum bisa diyakinkan bagaimana strategi dan fokus penggunaan APBD TA 2020. Selain realisasi anggaran dan kegiatan wajib terkait pembangunan, prioritas adalah dalam kerangka penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi daerah. Maka wajar dalam pembahasan Perubahan APBD Riau TA 2020 terjadi banyak silang pendapat bahkan memicu kegusaran dari rekan anggota dewan ketika mendapati penggunaan anggaran sebelumnya yang belum fokus dan realisasinya masih rendah. Setidaknya dapat diintisarikan sebagai berikut:

Pertama, Belum optimalnya realisasi APBD Riau 2020 terutama pada kegiatan hasil refocusing untuk mengatasi dampak pandemi Covid-19. Padahal anggaran tersebut menampung berbagai kebutuhan penting dan mendesak meliputi: pengadaan alat kesehatan Covid-19, insentif tenaga medis, penanganan kesehatan, penyediaan penginapan tim medis, berikut jaring pengaman sosial dan dukungan industri PEN. Terkait jaring pengaman sosial paling banyak laporan masuk dari masyarakat di daerah ke anggota legislatif yang mewakili daerah pemilihan di setiap kabupaten/kota di Provinsi Riau soal bantuan tidak tetap sasaran. Ini disebabkan data yang dipakai untuk menghitung dan menetapkan anggaran jaring pengaman sosial dilakukan dan tidak memakai data yang termutakhir.

Kedua, Begitupula realisasi Bantuan Keuangan (Bankeu) untuk kelurahan dalam rangka menangani COVID-19 juga masih rendah. Dalam Laporan Keuangan Semester I Tahun 2020 telah ditetapkan anggaran Bankeu kepada pemerintah kabupaten/kota. Namun realisasinya sejauh ini belum maksimal. Bankeu itu meliputi bantuan untuk gaji guru, bantuan untuk kelurahan dalam rangka penanganan Covid-19, bantuan untuk pemerintah kabupaten/kota dalam bantuan dalam rangka penanganan dampak sosial Covid-19. Bahkan Bankeu khusus kelurahan untuk kabupaten/kota lainnya (selain Kota Pekanbaru) hingga Juni 2020 belum terealisasi sama sekali.

Pembenahan dan Kebersamaan

Dari pemaparan di atas pantas apabila lembaga legislatif sendiri hingga masyarakat mempertanyakan keseriusan kepemimpinan daerah berikut perangkatnya bekerja dalam suasana genting ini. Pertanyaan tersebut makin layak diajukan mengingat Riau masuk 4 besar nasional penyumbang kasus terkonfirmasi Covid-19. Ditambah kegundahan lain Pemprov Riau tidak mendapat Dana Insentif Daerah (DID) tambahan penanganan pandemi Covid-19. Sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan RI tentang pengelolaan DID Tambahan Tahun 2020, Pemerintah Pusat memberi insentif bagi Pemda berkinerja baik dalam penanganan pandemi. Untuk Sumatera hanya 5 provinsi yang mendapat DID: Sumatera Barat, Jambi, Bangka Belitung, Bengkulu dan Lampung. Sementara Riau malah hambar.

Oleh karenanya, di sisa tahun anggaran berjalan ini dan ke depan perlu totalitas dalam pembenahan dan keseriusan merancang strategi dan merealisasikan kegiatan. Kebiasaan negatif dan tidak produktif yang rutin terjadi dalam pengelolaan APBD Provinsi Riau semisal SiLPA dalam jumlah signifikan atau dana idle di rekening bank harus dirubah. Sungguh terlalu jika masih terjadi. Terakhir, kami dapat memahami beratnya beban bagi kepemimpinan daerah jika dipikul sendiri. Maka, selain mengharapkan keseriusan pembenahan kinerja dan penempatan orang-orang yang berkomitmen di tubuh organisasi Pemprov Riau guna menggesa realisasi belanja yang urgen dan dibutuhkan masyarakat, juga perlu kolektivitas untuk menghadapi tantangan menghadang. Intensifkan komunikasi kemitraan dengan lembaga legislatif dan libatkan berbagai unsur serta pemangku kepentingan di bumi lancang kuning. Supaya setiap potensi kebaikan dapat dipersatukan agar kita lebih mudah mengatasi dan melewati masa sulit. Karena kita sekarang seumpama berjalan menembus rimba gelap penuh marabahaya tak tahu dimana ujungnya. Berjalan sendiri alamat tersesat bahkan bisa celaka.

Baca Juga

Corona dan Sabda Rasulullah: Kalian Lebih Mengetahui Urusan Dunia Kalian

Rasulullah pernah mendapat aduan dari para sahabat. Bukan masalah biasa, ini soal sabda beliau yang …