PENDIDIKAN YANG BERKEADILAN

H. SOFYAN SIROJ ABDUL WAHAB, LC, MM. ANGGOTA KOMISI V DPRD PROVINSI RIAU

Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) selalu hadirkan cerita tiap tahunnya. Bagi orang tua dan calon siswa, PPDB gerbang harapan. Melanjutkan pendidikan plus didorong beragam motivasi: mengincar sekolah favorit bagi anak hingga memilih atas pertimbangan ekonomi. Selain harapan, bagi kebanyakan orang tua PPDB mengundang ketakutan, momen menguras waktu, tenaga dan pikiran. Mulai pengurusan administrasi, pendaftaran, penantian sampai-sampai ada menempuh lobi tingkat tinggi demi memperjuangkan pendidikan si buah hati. PPDB juga bak fenomena gunung es. Menampakkan berbagai problematika dunia pendidikan ke permukaan. Jelang PPDB pula Pemerintah pusat dan daerah sibuk mempersiapkan dan membenahi berbagai kekurangan. Termasuk kami di DPRD Provinsi Riau khususnya Komisi V yang membidangi pendidikan secara intens mengawasi. Diantaranya evaluasi bersama Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Riau, serta perwakilan sekolah swasta dan negeri guna mendedah berbagai persoalan dalam pelaksanaan PPDB di Provinsi Riau. Intinya se-antero negeri berada dalam satu frekuensi.

Gubernur Riau (Gubri) Drs. H Syamsuar MSi, saat launching website PPDB tingkat SMA/SMK Negeri di Riau tahun ajaran 2022/2023 di Gedung Daerah Riau (20/6/2022), mengakui bahwa persoalan PPDB melalui sistem zonasi sarat masalah. Diantaranya telah kami singgung dalam tulisan “Mengatasi Kesenjangan Dunia Pendidikan” (Cakaplah, 10/6/2022) yakni kekurangan sekolah negeri. Disamping itu, sejumlah persoalan lain menyita perhatian dalam pembahasan di Komisi V adalah soal transparansi kuota atau hingga persoalan peserta didik jalur afirmasi atau kurang mampu. Menyoal transparansi, dalam kesempatan acara tadi, Gubri memberi peringatan keras berupa pencopotan jabatan bagi kepala sekolah SMA/SMK di Provinsi Riau yang “bermain” rombongan belajar (rombel) atau kelas dalam PPDB online. Sikap Gubri patut didukung. Tentunya harus ada aksi konkrit dan sistematis yang diterjemahkan melalui dinas terkait. Kebijakan PPDB online juga dituntut berorientasi memberi solusi atas persoalan umum terjadi. Seperti sanksi Gubri ke oknum “bermain”, dibutuhkan pula kebijakan yang menjaga agar sistem dapat berjalan sebagaimana mestinya. Termasuk dalam rangka mengantisipasi intervensi dalam proses PPDB, perlu dibuat ruang kebijakan khusus bagi kepala sekolah di Juklak/Juknis PPDB untuk mengakomodir atau solusi atas tekanan sosial-politis yang dihadapi satuan pendidikan. Dengan begitu tercipta iklim kondusif.

Kesetaraan dan Keadilan

Sebagaimana diketahui, ada empat jalur pendaftaran PPDB. Dalam kewenangan Provinsi Riau yakni SMA/SMK yakni jalur zonasi 50 persen, afirmasi 15 persen, perpindahan 5 persen dan prestasi 30 persen. Kendati begitu di lapangan sering kisruh. Masih didapati anak calon siswa yang tidak terakomodir bersekolah di zona terdekat dari kediamannya, hingga dilema dialami anak calon siswa jalur afirmasi (keterbatasan ekonomi/kurang mampu). Belum maksimalnya upaya mengatasi kesenjangan sarana sekolah ditambah keterbatasan kuota di sekolah negeri terang saja memperparah situasi. Imbasnya, mereka terpaksa menempuh opsi melanjutkan pendidikan di sekolah swasta. Jelas sangat memberatkan bagi mereka lantaran biaya yang harus dikeluarkan cukup besar dibanding bersekolah di negeri. Berangkat dari kondisi, kami di Komisi V telah meminta Disdik untuk menyiasati. Seperti merancang formulasi terkait besaran dana Bantuan Operasional Daerah (Bosda). Sehingga memungkinkan kuota afirmasi atau jalur bagi anak kurang mampu 30 persen di sekolah swasta dibiayai dengan Bosda secara penuh, atau sama besaran dengan sekolah negeri. Sekolah swasta menyatakan siap berkomitmen untuk itu.

Menyoal sekolah swasta klise selalu alami perlakuan berbeda. Okelah beberapa unggul dari segi pendanaan. Tapi tak bisa pukul rata. Gubri dalam acara di atas juga memberi dukungan kepada sekolah swasta. “Kalau semua dikuasai sekolah negeri, akhirnya swasta bisa kolaps” ujar Gubri. Pandangan dan perlakuan membedakan negeri dan swasta terjadi di ranah pembuat kebijakan sampai mindset awam yang berpandangan bahwa kalau urusan sekolah ya sekolah negeri. Paradigma ini perlu dirubah. Pemerintah juga tak boleh abai. Walau swasta menyelenggarakan pendidikan, tapi tak lantas tutup mata. Ada kewajiban pemerintah di sini. Sebab pendidikan merupakan tanggungjawab bersama antara pemerintah dan swasta. Jangan sampai ironi terus berlanjut: kala PPDB sekolah negeri banjir calon siswa didik sementara banyak sekolah swasta dihadapkan permasalahan kekurangan siswa. Bicara penyamarataan, Riau bisa meniru Yogyakarta yang melakukan standar sendiri terkait mutu. Sehingga bisa dievaluasi kebijakan apa saja yang memang dibutuhkan seluruh sekolah. Bukan hanya negeri, tapi juga swasta. Pelibatan swasta diharapkan dapat mengatasi kesenjangan sarana pendidikan dalam jangka pendek.

Pemerintah hingga tingkat daerah wajib berkolaborasi dengan swasta untuk menjamin terpenuhinya kesempatan sama dalam pendidikan. Diawali kesetaraan perlakuan bagi sekolah negeri dan sekolah swasta. Banyak cara bisa ditempuh. Paling esensial melibatkan sekolah swasta dalam kegiatan-kegiatan resmi, yang mana dalam konteks ini tertuju ke Disdik Riau. Melibatkan sekolah swasta dalam musyawarah kerja kepala sekolah (MKKS) SMA dan MKKS SMK dalam PPDB SMK atau SMA, termasuk menyukseskan PPDB dan penyusunan Peraturan Gubernur (Pergub) dan Petunjuk teknis (Juknis) PPDB setiap tahun. Secara regulasi, mengutip pernyataan Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Menengah (PAUD Dikdasmen) Kemendikbudristek dalam acara Silaturahmi Merdeka Belajar “Peningkatan Akses Layanan Pendidikan yang Berkeadilan” (16/6/2022), bahwa tujuan PPDB tak hanya pendaftaran siswa ke sekolah negeri. Sangat dimungkinkan peserta didik masuk ke sekolah swasta lewat PPDB. Pada prinsipnya, PPDB dalam Permendikbud nomor 1 tahun 2021 memberi peluang sekolah swasta bergabung. Jadi tak terbatas sekolah negeri. Namun tentu swasta harus masuk dalam sistem PPDB. Bicara sistem pastinya Pemda melalui Disdik yang mengatur. Berikutnya, perhatian juga berupa alokasi anggaran. Sehingga sekolah swasta bisa diintervensi dengan anggaran dari APBN melalui DAK. Untuk ini lagi-lagi butuh pemetaan dari Disdik, sehingga mutu pendidikan benar-benar berkeadilan.

Terakhir, kita berharap semoga PPDB berjalan lancar. Tahapan ini bukan sekedar formalitas penerimaan siswa. Tapi sangat menentukan proses pendidikan. Jangan sampai tahapan penting dalam proses penyelenggaraan pendidikan tersebut diwarnai praktik kecurangan, ketidakadilan dan perbedaan perlakuan. Mustahil berharap sistem pendidikan melahirkan generasi lebih baik ketika proses yang dilalui tidak laik.

H. SOFYAN SIROJ ABDUL WAHAB, LC, MM. ANGGOTA KOMISI V DPRD PROVINSI RIAU

Baca Juga

Anggota DPRD Riau Abdul Kasim Minta Perbaikan Jalan Tuntas Sebelum Arus Mudik 

Dumai – Anggota DPRD Provinsi Riau dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, H Abdul Kasim SH, …