Bulan lalu, 23 Juni, Kota Pekanbaru mengenang hari jadi yang ke-240. Di usia tadi asa, cita dan tuntutan bertambah. Terutama dari masyarakatnya. Apalagi Pekanbaru sudah menjelma menjadi kota modern, besar dan masuk jajaran kota terdepan di Indonesia (metropolitan). Pemerintah mendefinisikan kawasan metropolitan sebagai aglomerasi perkotaan yang perencanaan tata ruangnya diprioritaskan menimbang berperan penting bagi kepentingan negara. Sekedar informasi, saat ini terdapat 20 kota metropolitan di Indonesia yang diakui oleh Pemerintah. Prospek tidak berhenti disitu. Kami menilai, Pekanbaru berpeluang melangkah menuju level teratas. Mengingat populasinya yang kosmopolitan dan secara geografis sangat strategis di tengah Sumatra. Secara sumber daya, Kota Pekanbaru dikaruniai anugerah luar biasa untuk menjadi gerbang perekonomian Indonesia, terkhusus di Sumatera bagian barat dan utara serta lintas negara. Berangkat dari nilai potensial, Pekanbaru tak bisa lagi dikelola dengan cara-cara lawas. Perlu kepemimpinan yang mempu menghadirkan perubahan pendekatan dan kebijakan.
Memang problematika khas perkotaan masih ditemukan. Paling klasik seperti banjir dan penanganan sampah. Di luar itu seputar layanan publik yakni pendidikan, administrasi dan kependudukan serta keluhan infrastruktur jalan. Teruntuk disebut belakangan, Pekanbaru beberapa kali trending topic pemberitaan nasional dan viral di jagad maya. Sampai-sampai warga berinisiatif memperbaiki sendiri jalan yang rusak. Di sektor pendidikan serupa. Pekanbaru salah satu kabupaten/kota paling banyak menyumbang masalah Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Riau. Pemicunya kesenjangan sarana pendidikan berupa sekolah negeri. Kekurangan bukanlah aib. Keluhan dan protes warga taraf wajar. Konsekuensi logis meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Pekanbaru. Bahkan IPM Kota Pekanbaru pernah tertinggi se-nasional di tahun 2020. Tingginya tuntutan warga semestinya pelecut semangat mencapai prestasi lebih hebat lagi. Kuncinya komitmen dan kemampuan manajerial. Dimulai penguatan SDM prima dan berkompeten. Karena melayani warga perkotaan memerlukan insan-insan handal. Unsur mendasar yang menjadi perhatian kami.
Kolaborasi
Sampai saat ini daya tarik Pekanbaru belum sirna. Pesatnya aktivitas perdagangan dan jasa terkemuka, pusat pendidikan, rujukan kesehatan serta paling utama pusat pemerintahan provinsi, plus ketersediaan infrastruktur lebih baik ibarat gula dan semut. Menarik orang berbondong-bondong datang ke Pekanbaru. Fenomena yang memicu perpindahan dan konsentrasi penduduk. Di satu sisi mendatangkan keberkahan, namun sisi lain menuai dampak multidimensional jika tanpa strategi dan perencanaan mumpuni. Posisi kian strategis seiring koridor pusat ekonomi yang direncanakan dalam dokumen Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yaitu koridor Pekanbaru dan koridor Batam. Mengacu pada peran pentingnya, kepemimpinan ke depan harus bisa melihat dari multi perspektif. Bukan semata memandang Pekanbaru milik warga berdomisili di situ. Menimbang status sebagai ibukota provinsi, Pekanbaru mendapat tempat spesial di hati masyarakat Riau umumnya. Seumpama seorang ibu yang punya sifat penyayang, membawa harmoni dan merekatkan sesama anggota keluarga agar tetap bersatu; Role model dan rela berkorban. Sifat inilah dipakai sebagai paradigma menata dan mengelola Pekanbaru. Disamping membahagikan warganya, juga dapat dirasakan manfaat dan kehadirannya oleh kabupaten/kota lain di Riau. Percuma ibukota kalau pola pikir dibatasi ruang administratifnya.
Setakad ini, sudah lahir gagasan coba mensinergikan Pekanbaru dalam bentuk kerjasama antar daerah. Diantaranya tertuang melalui agenda semisal pengembangan kawasan Pekansikawan (Pekanbaru-Siak-Kampar-Pelalawan) yang bahkan sudah terangkum di Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Riau. Adapun objek kesepakatan meliputi: bidang sosial budaya, bidang sosial ekonomi, bidang tata ruang dan lingkungan hidup, dan bidang sarana dan prasarana. Melalui pola sinergitas antar wilayah diharapkan akan berbuah efisiensi dan efektifitas pelayanan publik, mengakselerasi pengembangan wilayah yang berbatasan, pengelolaan potensi daerah dengan prinsip saling menguntungkan berbasis keunggulan dan potensi masing-masing daerah yang ujungnya berdampak bagi kepentingan masyarakat di masing-masing kabupaten/kota. Tinggal sekarang realisasi dan mengembangkan supaya muncul keterpaduan lainnya.
Kue Ekonomi
Bicara tentang pengembangan, layak diketengahkan bagaimana sinergitas dimaksud dapat lebih progresif. Daerah selain Pekanbaru tidak lagi diistilahkan daerah penyangga. Sebab, istilah daerah penyangga seringkali dipahami ada daerah inti selaku aktor utama sementara yang lain cuman pendukung. Yang kita inginkan adalah kolaborasi. Proporsional dan berkeadilan. Dengan begitu, output pola kerjasama dibangun mengalirkan kesejahteraan ke kabupaten/kota lain. Terlebih selama pandemi Covid, terjadi perubahan arus perpindahan penduduk. Hasil analisis data Susenas sejak 2021 menunjukkan tren dimana kota-kota besar justru menjadi penyumbang terbesar arus migrasi ke daerah-daerah. Fenomena barusan menarik dicermati mengingat selama ini kota dianggap tujuan pendatang. Beberapa penyebab migrasi dari kota-kota besar ke daerah sekitar antara lain: kepadatan penduduk kota-kota utama demikian tinggi dan bikin ”jenuh”, sulitnya memperoleh pekerjaan dan arus PHK meningkat efek pandemi, harga lahan dan kebutuhan pokok mahal dan lain-lain.
Perubahan tren migrasi mesti dipandang sebuah keuntungan dan modal berharga dalam upaya membangun sinergitas dan kerjasama antara Pekanbaru dan kabupaten/kota. Sehingga daerah-daerah tidak hanya bisa mengoptimalkan keunggulan yang dimiliki melalui kerangka kerjasama, tapi juga memperkuat ekonomi daerahnya. Sejalan pertumbuhan ekonomi di kabupaten/kota, maka arus migrasi ke kota berkurang. Keuntungan lain dibalik rendahnya migrasi ke kota, pemerataan ekonomi daerah dapat diakselerasi. Arus migrasi ke kota justru membuat daerah yang ditinggal makin tertinggal. Karena aset berharga pembangunan ialah manusia. Larinya SDM potensial dari desa ke kota menyebabkan desa mengalami brain drain. Disinilah maksud Pekanbaru memainkan peran layaknya sosok seorang “ibu” yang membesarkan “anak-anaknya”. Membagi kue ekonomi agar dapat dinikmati oleh kabupaten/kota lainnya. Tulisan ini bukan bermaksud meminta perlakuan istimewa pembangunan di Pekanbaru. Terlebih masih banyak kabupaten lain di Riau butuh pemerataan pembangunan. Namun keinginan utamanya pembaharuan mindset. Kacamata kepemimpinan melihat Pekanbaru tak sebatas kepentingan wilayah saja. Tapi diarahkan memperkuat Riau secara umum. Dengan demikian, label ibukota yang melekat dapat dirasakan secara luas.
MARKARIUS ANWAR, ST, M.ARCH
Ketua Komisi III DPRD Provinsi Riau
Bacalon Wakil Walikota Pekanbaru