Membentuk Mentalitas Pelayanan

H. Sofyan Siroj Abdul Wahab, Lc, MM

Pekanbaru – Baru-baru ini viral kabar cekcok melibatkan keluarga pasien yang berobat dengan pihak Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad (RSUD AA) (29/10). Informasi diperoleh dari berbagai sumber, pangkal masalah ketika pasien penderita kanker butuh tindakan segera transfusi darah. Awalnya pihak RSUD bilang stok darah tidak ada, lalu pihak keluarga pasien menggalang donor dari berbagai pihak. Tapi kemudian pihak RSUD mengaku stok darah sudah ada namun masalahnya alat transfusi atau pencocokan darah (reagen) tidak ada. Oleh karena itu, transfusi darah belum bisa dilakukan. Lanjut keterangan pihak RSUD, reagen menipis sejak 2 hari lalu dan baru akan datang dalam satu atau dua hari, itu pun tidak bisa dipastikan. Terang saja pihak keluarga pasien merasa bingung, dan kalut. Sebab, stok darah yang sudah mereka dapat bisa kedaluwarsa dan tentu susah lagi mencari. Kekesalan pihak keluarga pasien semakin menjadi karena, menurut pengakuan mereka, sebelumnya petugas RSUD berkata segala sesuatu aman dan akan segera diproses. Beruntung di tengah keributan, Direktur RSUD AA turun tangan menghampiri kerabat pasien dan mendengar permasalahan. Dirut RSUD mengakui bahwa permasalahan itu ulah dan keteledoran dari oknum petugas RSUD serta meminta maaf kepada kerabat pasien.

Peristiwa di atas sungguh sangat disayangkan. Apalagi sampai berujung perusakan pecahnya kaca loket pelayanan. Berita pun viral dan menyebar luas lewat berbagai media. Netizen yang pernah merasakan pelayanan RSUD AA turut berbagi unek-unek di kolom komentar media sosial. Memang pemberitaan pelayanan RSUD AA bukan pertama kali. Ya, wajar saja mengingat RSUD sudah berusia puluhan tahun itu tak hanya melayani kesehatan perorangan, tapi juga pusat rujukan. Meski sudah “berumur”, keluhan seputar pelayanan masih kerap berdatangan dari warga baik yang berkunjung untuk berobat, kerabat pasien dan pasien sendiri. Di tahun 2022 masih saja didapati keluhan perihal pelayanan dasar yang menentukan. Semisal pertengahan tahun kerabat pasien penderita kanker paru-paru mengeluhkan stok obat kanker paru-paru yang kosong. Padahal obat tak boleh putus dikonsumsi pasien kanker paru-paru. Oleh pihak RSUD dilakukan pemesanan kepada pihak distributor. Perkara manajemen pengadaan tadi tentu bisa berdampak fatal bagi pasien. Di luar itu, masalah klasik yang mengganggu kenyamanan pasien masih didapati di RSUD AA. Kayak kondisi WC dan kamar mandi yang kotor, air tidak ada serta aroma tak sedap. Persoalan seputar pelayanan di RSUD AA diamini oleh Gubernur Riau (Gubri) Syamsuar belum lama berselang. Orang nomor satu di Riau itu sering menerima pengaduan masyarakat secara langsung.

Merugikan

Berbagai kasus terjadi merugikan kedua belah pihak. Di pihak keluarga pasien dalam posisi mengharapkan pelayanan maksimal sehubungan keselamatan bahkan nyawa pasien. Bagi pihak RSUD problem yang muncul bukan semata urusan citra RS. Akan tetapi pihak penyelenggara pemerintahan daerah termasuk Kepala Daerah ikut dipertaruhkan. Apalagi paska terbit Peraturan Gubernur (Pergub) Provinsi Riau 41/2012, RSUD Arifin Achmad sudah ditetapkan sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Mengacu ke Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) 79/2018 tentang BLUD, pasal 2 ayat 2 menyebutkan bahwa disamping pejabat pengelola, Kepala daerah ikut bertanggungjawab atas kebijakan penyelenggaraan pelayanan umum. Permendagri juga menjabarkan peran Kepala Daerah terkait layanan BLUD. Mulai pembinaan dan pengawasan melalui pembina teknis, satuan pengawas internal dan dewan pengawas. Paling mendasar, dalam pasal 29 juga dinyatakan persyaratan utama penerapan BLUD meliputi syarat substantif yakni bersifat operasional dalam menyelenggarakan layanan umum; teknis yakni memberikan pelayanan lebih layak dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan kinerja keuangan; administratif yakni membuat dan menyampaikan dokumen meliputi: surat pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja, pola tata kelola, Renstra, standar pelayanan minimal. Perjanjian kinerja memuat kesanggupan meningkatkan kinerja pelayanan bagi masyarakat, kinerja keuangan dan manfaat bagi masyarakat. Adapun standar pelayanan minimal diatur dengan Peraturan Kepala Daerah (Perkada). Sehingga menjamin ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan, kesetaraan, kemudahan dan kualitas layanan umum yang diberikan oleh Unit Pelaksana Teknis Dinas/Badan Daerah yang akan menerapkan BLUD. Mengacu ke aspek-aspek tadi, itulah syarat utama sebelum penetapan BLUD. Artinya RSUD AA sudah dipastikan memenuhi persyaratan. Peningkatan status ke Layanan Umum Daerah bukan perkara administrasi semata. Konsekuensinya wajib disertai peningkatan standar pelayanan.

Tuntutan standar pelayanan juga sejalan dengan visi RSUD AA yang berkeinginan menjadi “Rumah Sakit Pusat Rujukan Berdaya Saing Internasional”. Diantara misinya: menyelenggarakan fungsi pelayanan kesehatan sesuai dengan standar internasional dan menjadi pilihan utama masyarakat Riau; Menyelenggarakan peningkatan SDM profesional, berstandar internasional dan beretika. Besarnya asa masyarakat memperoleh layanan yang lebih baik terasa wajar menimbang selaku rumah sakit plat merah mendapat gelontaran dana ratusan miliar setiap tahun dari APBD. Harus diakui RSUD AA cukup banyak berbenah. Berbagai upaya patut diapresiasi diantaranya dibuktikan penghargaan dan sertifikasi seperti ISO 9001:2000 untuk Pelayanan Instalasi Rawat Darurat, ISO 9001:2008 untuk Pelayanan Rawat Jalan, ISO 9001:2008 untuk pelayanan Manajemen dan sertifikasi Akreditas untuk 16 Pelayanan Tingkat Penuh. Namun jangan berpuas diri setelah dapat sertifikat dan penghargaan. Sertifikat seperti sistem manajemen mutu ISO 9001:2008 justru menuntut pemenuhan kriteria mutu dan tindakan perbaikan secara berkesinambungan. Fokus ke kepuasan pelanggan agar tercapai manajemen mutu akuntabel, transparan, berkeadilan dan memenuhi harapan masyarakat. Secara tidak langsung, sertifikasi menghendaki standar pelayanan menjadi budaya kerja dan sebuah sistem di RSUD AA. Sekarang kecedenderungan tak begitu. Dari beberapa kasus pernah heboh, kalau keluhan sampai ke Dirut baru ditindaklanjuti. Kendati Dirut pejabat pengemban amanah, tapi kalau tiap masalah tunggu Dirut turun tangan baru selesai, maka secara sistem ada yang tak jalan. Sementara masalah di sektor kesehatan banyak yang butuh solusi cepat. Sama halnya pengawasan terhadap kinerja petugas, tanpa intervensi Dirut, idealnya ada peringatan dan sanksi terukur manakala kinerja SDM bermasalah.

Terakhir, banyaknya kritikan dan keluhan menandakan semakin banyak masyarakat memakai jasa dan pelayanan RSUD AA. Tinggal sekarang bagaimana mengevaluasi berbagai kekurangan. Ini proses yang diharapkan semakin mendewasakan manajemen RSUD AA secara khusus dan penyelenggaraan kesehatan di Riau pada umumnya. Dengan status RSUD AA sebagai pembina rumah sakit kabupaten/kota se-Provinsi Riau, tempat pendidikan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Riau dan pendidikan kesehatan lainnya, sudah sewajarnya pula diharapkan dapat memberi dan menjadi contoh. Bak orang tua ke anak; senior ke yunior. Teruntuk insan RSUD AA, pembenahan pelayanan memerlukan komitmen dan dedikasi tinggi. Bekerja di lini kesehatan sungguh pengelaman luar biasa. Ini tugas teramat mulia sebab menyoal sehatnya manusia bangsa dan penyelamatan nyawa. Angkat topi ketika insan RSUD AA sanggup dan mampu berkontribusi dan memenuhi pencapaian standar pelayanan lebih baik.

H. SOFYAN SIROJ ABDUL WAHAB, LC, MM. ANGGOTA KOMISI V DPRD PROVINSI RIAU

Baca Juga

Anggota DPRD Riau Abdul Kasim Minta Perbaikan Jalan Tuntas Sebelum Arus Mudik 

Dumai – Anggota DPRD Provinsi Riau dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, H Abdul Kasim SH, …