LINGKUNGAN DAN URGENSINYA BAGI ANAK


Keprihatinan melanda bumi Lancang Kuning. Kementrian Pemberdayaan Perlindungan Perempuan dan Anak (PPPA) mencatat setakad ini Provinsi Riau memiliki 711 kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan. 443 korban diantaranya merupakan anak-anak. Sekedar informasi, di tahun 2022 UPT PPA Riau telah menindaklanjuti 172 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Teranyar di tahun 2023 kasus melibatkan oknum satuan pendidikan di Kabupaten Rokan Hulu. Oknum guru bimbingan konseling di Satu Sekolah Menengah Atas tersebut diduga melakukan kekerasan seksual ke siswa rentang Mei 2022-Februari 2023 di ruang bimbingan konseling sekolah. Menurut kabar terkini, pelaku terancam dijerat pasal berlapis. Berangkat dari data, tak tertutup kemungkinan jumlah korban kekerasan anak di Riau terus bertambah. Apalagi fenomena ibarat gunung es. Cukup banyak yang mengalami tapi urung melaporkan. Alasannya beragam. Mulai takut, malas atau merasa malu. Terlebih belakangan di tengah masyarakat muncul skeptisme akibat penegakan hukum tebang pilih atau viral dulu baru ditindaklanjuti. Mau melapor takut bakal rumit, dioper sana-kemari dan lain-lain. Keraguan dan ketidakpercayaan kadang dipicu kurangnya pengetahuan dan sosialisasi tata cara melapor.
Mencuatnya angka kekerasan menodai pencapaian Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau. Sebagaimana diketahui, Provinsi Riau dinobatkan Kementerian PPPA sebagai Provinsi Layak Anak (Provila). Atas capaian barusan, Menteri PPPA, I Gusti Ayu Bintang Darmawati menyerahkan anugerah Kategori Provila ke Gubernur Riau Syamsuar di Semarang Jateng (22/7/2023). Dalam acara, sejumlah Kabupaten/Kota di Riau juga dianugerahi Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) 2023 yakni: Rohil dan Kuansing (Kategori Pratama); Pelalawan, Kampar, Bengkalis, Inhil dan Rohul (Kategori Madya); serta Kepulauan Meranti, Kota Dumai, Kabupaten Inhu dan Kota Pekanbaru (Kategori Nindya). Sementara KLA 2023 Kategori Utama diraih Siak. Kami selaku lembaga legislatif mengapresiasi raihan Pemda di Riau. Mengingat sebelumnya Riau masuk “zona merah”. Masih ingat di tahun 2017, dalam acara Forum Anak Nasional yang bertempat di Kampar, Menteri PPPA kala itu Yohana Yambise menyampaikan data bahwa Riau menempati urutan kedua tertinggi kasus kekerasan anak setelah Jawa Timur. Inilah alasan kenapa waktu itu Kementerian PPPA menggelar Hari Anak Nasional di Riau. Sekarang Riau sudah di jalur yang benar. Tinggal menjaga supaya jangan lengah sembari memperkuat berbagai sisi dan memperbaiki cela.
Atensi
Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Provinsi Riau perlu mendapat perhatian khusus dari semua pihak. Pihak Pemprov Riau sudah dibentuk Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) yang bertugas memberi pendampingan kepada korban. Pusat pelayanan pun dibentuk sampai tingkat kecamatan. Lebih khusus dalam kesempatan ini kami ingin menyinggung soal anak. Karena dari segi usia dan akses boleh dikata mereka serba terbatas. Disamping itu anak-anak paling rentan tindak kekerasan. Kendati banyak kejadian menjadi korban, tetapi di saat bersamaan mereka juga terlibat aksi kekerasan. Semisal perundungan ke anak lain, ikut geng kriminal, kejahatan di jalanan dan kenakalan lain. Tetapi perspektif idealnya tetap anak-anak diposisikan sebagai korban. Banyak faktor menyebabkan mereka terjerembab dunia kekerasan. Entah itu dampak pergaulan, trauma perlakuan dan pelecehan seksual, KDRT, broken home, kehilangan sosok pengasuh, penelantaran, materi dan tontonan media yang merusak dan seterusnya. Lebih lengkap lagi, mengacu ke kasus yang berkembang di Riau, UPT PPA Riau memaparkan bahwa gaya hidup, lingkungan, orangtua, pendidikan dan ekonomi ialah faktor yang berkontribusi merebaknya kasus kekerasan.
Berkaca pada pemaparan tergambar jelas bahwasanya lingkungan begitu vital. Lingkungan dimaknai luas. Mulai aspek paling dekat yaitu rumah tangga, tempat tinggal hingga lingkungan di luar itu yang hanya bisa dijangkau lewat instrumen kebijakan. Semua idealnya berorientasi mewujudkan satu hal: terpenuhinya hak mendasar anak dan lingkungan yang baik. Dalam perspektif agama terutama Islam, anak punya kedudukan penting. Baik kepada orang tuanya, masyarakat dan bangsa. Bahkan salah satu amalan abadi adalah anak saleh. Maknanya bermanfaat bagi orang lain. Lebih detail bicara hak anak dalam Islam antara lain: Pertama, Hak Hidup. Dalam surah al Isra’ ayat 31 dinyatakan bahwa setiap anak punya hak tumbuh kembang sesuai fitrahnya. Bukan hanya sejak dilahirkan, tapi mulai dalam kandungan atau janin. Kedua, Hak Kejelasan Nasab sebagaimana termuat dalam surah al Ahzab ayat 5. Ketiga, Hak memperoleh ASI seperti termuat dalam surah al Baqarah ayat 233. Secara prinsip ini bermakna hak keterpenuhan gizi dan nutrisi agar tumbuh sehat. Keempat, harta benda atau berkaitan warisan. Kelima, Hak memperoleh asuhan yang baik. Dijabarkan di surah al Ahqaf: 15 bahwa anak merupakan anugerah sekaligus amanah Tuhan. Oleh karenanya orangtua bertanggungjawab memenuhi hak tumbuh berkembang, pendidikan yang baik dan lingkungan yang sehat.
Pendidikan dimaksud bukan semata pengetahuan dan wawasan umum, tapi diimbangi kecerdasan spiritual. Sebab pintar tanpa dilandasi agama dan akhlak melahirkan insan lebih banyak mudharat ketimbang manfaat; Pendidikan tinggi tapi tak beradab. Selanjutnya terkait lingkungan Rasulullah sudah mewanti-wanti pengaruhnya. Lingkungan bisa mewarnai seseorang dan membentuk karakter. Rasul pernah bersabda: “Seseorang berada di atas kebiasaan orang terdekatnya, maka hendaklah kamu memperhatikan siapa yang menjadi sahabat dekatnya.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi). Islam menekankan perlunya lingkungan baik dan nyaman untuk anak. Menimbang anak-anak masa depan bangsa. Ketika pola pikir dan tabiatnya baik, baik pula peradaban. Begitupula sebaliknya. Tak cukup andalkan keluarga. Lingkungan sekitar, tempat pendidikan, media massa dan seluruh ekosistem dalam satu bangsa punya peranan masing-masing. Pada dasarnya semua anak lahir dalam keadaan fitrah dan membawa potensi kebaikan. Seorang profesor pernah cerita pengalamannya mendidik anak Papua. Dia meminta Pemda setempat mencari anak yang dinilai bodoh di sekolah. Pemda pun menyodorkan beberapa anak yang tinggal kelas berkali-kali. Setelah sekian waktu dididik, anak-anak tadi berhasil. Hebatnya bukan semata mampu menguasai mata pelajaran, tapi malah meraih juara kompetisi bergengsi di Asia. Dari cerita tadi dapat disimpulkan betapa sangat menentukan. Lingkungan positif akan membentuk karakter positif dan memberi harapan kepada anak-anak untuk mengaktualisasikan diri. Adapun lingkungan buruk menjebak mereka dalam situasi tanpa harapan.
Dr. (H.C.) H. SOFYAN SIROJ ABDUL WAHAB, LC, MM.
ANGGOTA KOMISI 5 DPRD PROVINSI RIAU

Baca Juga

Ahmad Tarmizi, Sambut Anies Baswedan di VIP Bandara Sultan Syarif Qasim II

Pekanbaru – Kampanye Nasional Capres no urut 1 di Pekanbaru Rabu (13/12/23) dihadiri langsung oleh …