MARI KITA USIR “PENJAJAH” DARI INDONESIA

Foto Ilustrasi Google
Foto Ilustrasi Google

Hari ini bangsa Indonesia haru karena telah 72 tahun usia kemerdekaannya dari status dijajah menjadi bangsa yang merdeka. Haru karena mereka yang tak dikenal ikut melawan para kolonial jahat penjajah negeri ini. Namun beberapa puluh tahun ini penjajah itu datang lagi dalam bentuk kejahatan yang “halus” dan “menyenangkan”. Kalau dulu penjajah itu dalam bentuk fisik, pakai senjata laras panjang dan berbaju loreng. Namun penjajah hari ini tak lagi berbentuk itu. Ini membuat rakyat Indonesia tak menyadari bahwa si penjajah telah hadir di daerahnya, bersamanya dan selalu dekat dengannya.

Si penjajah dahulu hari ini telah melahirkan generasi yang berpikir cerdas.
“Kalau aku menjajah Indonesia seperti nenek moyangku pasti aku akan diusir mati-matian oleh rakyatnya mati konyollah diriku… Tapi kalau aku menjajahnya dengan cara modern cukup mengirimkan barang dan alat canggih maka aku tetap selamat dan mereka akan terbuai menikmati. Saat itulah aku akan melumpuhkannya bahkan membunuhnya”.

Kaum kolonial modern sekarang mereka cukup dalam ruangan dan menghadap monitor saja. Setiap detik dia bisa melihat target jajahannya itu “mati”. Mari kita lihat monitor mereka dengan tombol-tombol yang berkode khusus. Tombol pertama mereka pencet berkode “keluarga”.
“Hari ini tercatat 40 kasus perceraian suami istri dengan gugatan yang diajukan oleh istri dengan alasan kemandirian …, delapan siswa SD berpasangan ditemukan sedang melakukan sex bebas di rumah salah satu temannya saat kedua orang tuanya bekerja di luar rumah…,  demikian headline hari ini. Para penjajah pun tersenyum, lalu kita bisakah hari ini gembira melihat anak dan keluarga kita menjadi misi jahat penjajah.

Tombol kedua berkode “narkoba”:
“Telah ditemukan lima kilogram sabu-sabu di rumah salah seorang warga desa Suka Bising, modus kasus ini adalah faktor kesulitan ekonomi…, sejumlah pelajar SMPN salah satu sekolah pavorit di Kota Nganu tertangkap basah sedang pesta narkoba dan miras di rumah kosong, modus mereka adalah kebersamaan dan menghargai kawan” demikian berita siang ini. Hancur hati mendengarnya, tapi mereka penjajah amat senang mendengarnya.

Tombol ketiga adalah “ekonomi”:
“Pemerintah telah mengimpor bawang putih dari negara Hoho sebanyak dua ribu ton ini sebagai bentuk kerjasama ekonomi.., untuk membangun infrastruktur kota dan desa tertinggal pemerintah memakai uang pinjaman dari negara Aduh.., selama tiga bulan petani mengeluh karena harga gabah yang melonjak tinggi sementara biaya operasional perawatan tanaman dari serangan hama juga tidak sedikit” demikian yang kami laporkan.
Sungguh belum bisa tersenyum menikmati kemerdekaan hari ini.
Tombol selanjutnya adalah “Rasis dan kedok Cinta NKRI”, dilanjutkan tombol “Kebebasan dan LGBT”, “Efek Bahaya Gadget dalam pergaulan sosial” dan masih banyak lagi tombol-tombol penjajah yang siap ditekan setiap saat. Monitor canggih mereka tak akan pernah mati dalam menghabisi ummat muslim dan negeri Indonesia tercinta ini.

Mari kita matikan tombol sadis mereka dengan kesadaran berbangsa dan beragama. Berbangsa berarti menyadari arti perjuangan pahlawan terdahulu yang darah sebagai taruhannya. Memunculkan nasionalisme bernegara bukan menginduk pada paham negara orang apalagi memunculkannya pada sikap kolonial, liberal dan komunisme. Beragama berarti sadar bahwa penyelamat diri setelah kematian adalah ketaatan kita dalam bertaqwa dan beragama. Menjalankan perintahNya bila seorang muslim dia harus shalat, menjaga dan mengamalkan akhlak Nabi saw, menutup aurat dengan benar, mencintai Al Quran dan mempelajarinya. Bila hanya bernegara saja kita akan disebut sekuler dan bila hanya beragama saja kita akan dikatakan tidak cinta NKRI. Maka dua duanya harus sejalan untuk mengusir penjajah yaitu bernegara dan beragama.

Oleh: Setiyati, S.Si (Kabid Humas DPD PKS Meranti)

Baca Juga

” Berebut Jadi Orang Bodoh “

Samar, tapi jelas. Suara itu isyarat untuk menyapa ku. “Halo Abang Ketua DPRD…” Suara samar …