Jangan Ada “BLOK” di Blok Rokan

Ada kabar kurang mengenakan disaksikan oleh mata dan didengar oleh telinga belakangan khususnya bagi masyarakat Riau. Apalagi kalau bukan insiden kecil tatkala digelar rapat Panitia Kerja (Panja) Migas Blok Rokan Riau di Komisi VII DPR-RI. Diberitakan sejumlah perwakilan dari Riau sempat beradu mulut dan berdebat karena tidak diizinkan ikut masuk mengikuti rapat bersama Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau dan unsur DPRD Provinsi Riau, unsur LAM Riau, serta pihak PT. Pertamina dan PT. Chevron Pasific Indonesia pada Selasa (9/2/2021). Alhasil mendapat liputan pemberitaan media massa lokal hingga nasional.

Singkat cerita, kekisruhan bermula ketika petugas pengamanan gedung DPR-RI membatasi jumlah peserta rapat sesuai daftar nama peserta yang telah diserahkan pada konfirmasi undangan rapat Komisi VII DPR-RI. Mengutip pemberitaan media massa, perwakilan tidak terima pembatasan lantas emosi dan sempat memukul-mukul pintu pembatas elektronik. Sampai-sampai unsur Pemprov Riau terlihat keluar dari ruang rapat untuk menenangkan perwakilan yang protes. Berita media makin lengkap dengan video rekaman peristiwa yang viral di sosial media, bahkan turut disebarkan grup whatsapp keluarga. Konon katanya kalau sudah masuk ruang chat itu dipastikan masalah genting.

Ironi

Kita di daerah tidak paham duduk letak perkara. Kekisruhan sepintas mungkin dianggap bukan persoalan serius. Tapi di mata masyarakat Riau bisa ditafsirkan sebaliknya: ribut-ribut pasti punya kepentingan masing-masing. Ditengah perjuangan Riau untuk memperoleh privilege mengelola Blok Rokan yang akan memasuki fase alih kelola pertengahan 2021 dari Chevron ke Pertamina, harusnya kejadian bisa dihindari. Apalagi kala insiden di luar, di dalam ruang rapat Ketua Panja Migas Komisi VII DPR-RI Alex Noerdin berkata bahwa kalau Riau mau dapat bagian lebih banyak dari Blok Rokan, syaratnya harus bersatu, kalau masyarakat Riau tidak bersatu maka jangan harap. Sebagai masyarakat Riau jelas ada rasa malu mendengar pernyataan tersebut keluar dari lisan bukan orang Riau. Sungguh ironi.

Sebagai bagian dari Komisi III DPRD Riau dalam kesempatan ini tidak akan berbicara banyak seputar teknis perminyakan dan perihal kontrak. Namun lebih mengedepankan sudut pandang bagaimana ke depan Blok Rokan mampu menambah pundi pendapatan daerah dan berdampak nyata meningkatnya kesejahteraan masyarakat Riau. Jangan lagi SDA dinikmati segelintir pihak dan keuntungan lebih banyak mengalir keluar daerah. Menyinggung keputusan Blok Rokan, telah ditetapkannya Riau menerima hak kelola Blok Rokan Participating Interest (PI) sebesar 10 persen. Namun peluang masih terbuka meraih penambahan saham di luar PI. Pemprov Riau mempersiapkan BUMD yang bergerak di bidang migas yaitu PT Bumi Siak Pusako dan PT Sarana Pembangunan Riau (SPR) Langgak. Ke depan ada aura positif yang bisa memperbesar peluang BUMD maupun afiliasinya mengingat alih pengetahuan pengelolaan blok migas dan business service. Selain itu, tersaji peluang lain bagi perusahaan lokal maupun nasional. Artinya ada iklim kompetisi terbuka. Dalam konteks ini Riau harusnya menyatukan potensi guna memenangkan persaingan. Dengan begitu pengelolaan dapat diupayakan oleh entitas daerah atau yang bisa beri keuntungan lebih besar bagi Riau.

Meski sentimen kedaerahan pantas didahulukan, artinya ekpektasi tertinggi tetap unsur Riau sebagai pengelola, pengelolaan SDA Migas mendatang perlu kajian berbagai sisi. Sebagaimana diketahui Blok Rokan masih menjadi andalan dalam mencapai target produksi minyak 1 juta barel per hari dan gas di tahun 2030, dengan potensi cadangan minyak menurut SKK Migas diperkirakan masih 2 miliar barel. Melihat perkembangan produksi minyak nasional terus merosot, Blok Rokan bisa-bisa jadi tulang punggung lifting nasional. Semakin urgen berhubung Migas “separuh nyawa” Riau melalui skema bagi hasil dengan Pemerintah Pusat. Mengacu pada besarnya ketergantungan sumber pendapatan Riau dari sektor Migas, perlu diwanti-wanti jangan sampai pengelolaan mendatang mengganggu persentase bagi hasil selama ini.

Nyawa Daerah

Untuk itu, perlu dikawal agar Blok Rokan dikelola oleh yang berkompeten dan memenuhi kualifikasi paling top. Karena urusan bukan main-main, menyangkut “nyawa” daerah. Terkait PI sudah banyak terbukti bahwa skenario paling sering merugikan Pemda adalah bekerjasama dengan swasta. Pemprov Riau punya PR menyingkirkan skeptisme dan menanamkan keyakinan di benak masyarakat, bahwa pernyataan Riau mampu mengelola Blok Rokan tak sekedar di lisan tapi dibuktikan melalui kesiapan terjabar di atas kertas. Sikap skeptis wajar muncul berkaca pada track record kinerja BUMD Riau yang dinilai belum optimal dan belum dikelola secara profesional. Selain keuntungan bagi daerah yang tak sepadan dengan investasi duit rakyat (APBD) yang dikeluarkan, urusan pertanggungjawaban yang sifatnya wajib juga terkesan diabaikan. Akibatnya mayoritas BUMD Riau langganan temuan di Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK. Apalagi PI Blok Rokan berkontribusi ke pendapatan aset daerah melalui deviden BUMD. Idealnya layaknya Perusahaan Multinasional, setidaknya ada proyeksi dan gambaran perkiraan keuntungan bagi daerah. Jadi yang dijual bukan sentimen “putra daerah” saja.

Terakhir, sebagai sumber daya alam yang tidak bisa diperbarui dan berkah Allah SWT, Migas harusnya diperlakukan bak milik yang paling berharga. Migas juga tidak dimiliki semua daerah. Banyak daerah lain iri melihat Riau. Oleh karena itu pengelolaan selanjutnya harus dengan cara terbaik. Riau selalu bermimpi bisa berdikari mengurusi karunia alamnya. Sekarang kesempatan hadir di depan mata. Jangan sampai kesempatan langka buyar disebabkan ego dan kepentingan masing-masing serta provokasi pihak yang ingin meraup keuntungan pribadi dan kelompok. Persatuan dan kesatuan dalam pemikiran dan tindakan merupakan satu-satunya modal yang diperlukan saat ini. Bak mendapat bagian potongan kue, gegara berebut akhirnya kue hancur-lebur. Tujuan utama bagaimana diperoleh capaian lebih baik dari pengelolaan hasil bumi Riau mendatang. Sehingga berdampak pada kemajuan daerah dan meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat. Selagi perjuangan masih bikin blok-blok selama itu pula kutukan sumber daya alam terus berlanjut: karunia di atas dan di bawah bumi tapi manfaatnya sedikit yang bisa dirasakan.

SOFYAN SIROJ ABDUL WAHAB, LC, MM. ANGGOTA KOMISI III DPRD PROVINSI RIAU

Baca Juga

BANSOS TANPA PAMRIH

Bantuan Sosial (Bansos) menjadi topik pembicaraan di berbagai media. Berawal dari keputusan Pemerintahan di bawah …