Cari Biaya? Matangkan Rencana

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau terus berupaya mencari jalan keluar untuk mengakselerasi kebutuhan pembangunan infrastruktur di tengah kendala keterbatasan APBD. Setelah pengajuan pinjaman Rp2,5 triliun ke PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) belum mendapat tanggapan, baru-baru ini Pemprov menawarkan gagasan skema kerjasama antar Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dan pola investasi dari asing. Ngototnya Pemprov mencari dana lain untuk membiayai pembangunan dan kebutuhan daerah sebenarnya cukup beralasan. Mengutip komentar di tahun 2019 tatkala keinginan mengajukan pinjaman ke PT. SMI pertama kali digaungkan, saat itu saudara Gubernur berkata bahwa ada sekitar 500 kilometer jalan provinsi harus dibangun dan diperbaiki. Lanjut beliau, dengan APBD tak akan selesai sampai kiamat (Kamis, 8/8/2019).

Kami di kelembagaan legislatif selaku mitra Pemprov pada dasarnya sangat mendukung upaya mengejar ketertinggalan infrastruktur dan mendorong pemerataan pembangunan di Riau. Namun dalam mengeksekusi keinginan tadi, DPRD Provinsi Riau dalam kapasitas dan fungsi wajib menjalankan peran pengawasan. Tujuannya, agar setiap opsi yang diambil minim dampak negatif di masa mendatang. Kita tak ingin besarnya hasrat hari ini menutup mata melihat konsekuensi di masa akan datang. Layaknya orang ngebet berutang, saat butuh pasti kuat dalihnya tapi belum tentu terpenuhi rasionalisasinya. Berangkat dari pepatah, high gain high risk, low gain low risk. Sederhananya diterjemahkan semakin besar nominal jelas semakin besar pula resiko menanti.

Sempurnakan

Kembali ke rencana pengajuan pinjaman yang sudah lama direncanakan dan disampaikan, Pemprov sendiri sudah melakukan konsultasi dengan Dirjen Anggaran Kemenkeu guna mendapatkan solusi. Pemprov Riau juga melengkapi dengan melakukan studi ke provinsi tetangga yang sudah menempuh kerjasama serupa, seperti Pemprov Sumut yang mengaku sudah melakukan pinjaman hingga Rp 10 triliun untuk pembangunan infrastruktur. Selain Sumut, untuk sumatera ada provinsi lain yakni Sumbar, Sumsel dan Lampung. Daya tarik inilah yang membuat Pemprov Riau begitu bersemangat meraih peluang serupa ke PT. SMI, mengingat sudah banyak provinsi yang mengajukan pinjaman.

Terkait pinjaman dimaksud, pembahasan bersama antara DPRD Riau dan Pemprov Riau sudah berlangsung sejak pertengahan tahun 2019. Sayangnya keinginan Pemprov yang menggebu-gebu kala itu belum dibarengi ikhtiar sempurna. Karena rencana tersebut rupanya belum matang secara administratif kebijakan dan belum dibekali kelengkapan dokumen yang dianggap penting. Ini terbukti dalam rapat bersama Komisi 4 DPRD Riau periode lalu dengan dinas terkait. Ada tujuh ruas jalan strategis yang butuh dana ekstra sekaligus alasan mengajukan pinjaman: Teluk Piyai (kubu)-Panipahan-Batas Sumut, Dumai-Lubuk Gaung-Sinaboi, Tanjung Padang-Teluk Belitung, Teluk Belitung-Meranti Bunting, Simpang Bunut-Teluk Meranti, Teluk Meranti-Sebekek dan Ujung Batu-Rokan-Batas Sumbar. Namun hanya dua yang telah memenuhi kelengkapan dokuman dan siap untuk pelaksanaan yaitu: Teluk Piyai (kubu)-Panipahan-Batas Sumut dan Tanjung Padang-Teluk Belitung. Sementara lima ruas jalan strategis lainnya belum bisa dilaksanakan karena belum dilengkapi Detailed Engineering Design (DED). Disamping belum lengkapnya dokumen perencanaan, aspek teknis ternyata juga belum clear. Masih ada bagian panjang jalan masuk kawasan hutan dan belum selesai pembukaan badan jalan.

Matangkan Rencana

Berkaca dari pemaparan, wajar bila Pemprov sulit meyakinkan keinginan melakukan pinjaman. Hasil pembahasan bersama juga mengungkap ketidaksiapan teknis yang diperlukan untuk memastikan apakah keinginan Pemprov didasari rencana yang matang. Pematangan rencana penting agar keputusan tidak ugal-ugalan yang pada akhirnya justru akan merugikan daerah secara jangka panjang. Kesimpulan sama juga berlaku bagi cara lain guna memperoleh pembiayaan, termasuk bicara skema kerjasama antar Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dan pola investasi dari asing. Mengenai disebut terakhir, perlu kewaspadaan dan kecermatan level tertinggi. Disebabkan kecenderungan Pemda selalu merugi ketika bekerja sama dengan swasta, terlebih lembaga asing yang jelas hitung-hitungannya lebih pro.

Kekurangan di atas tentu harus ada pre-emptive. Apalagi efek pinjaman akan dirasakan hingga pergantian kepemimpinan nantinya. Bicara kerjasama, dengan kondisi penatakelolaan aset daerah seperti lahan dan tanah milik Pemprov Riau dan lain-lain yang masih amburadul serta diperparah pembenahan yang masih jauh dari harapan, wajar mengundang kewaspadaan. Perihal aset bahkan berujung inisiatif DPRD Riau untuk membentuk Panitia Khusus (Pansus) ke depan untuk mengusut permasalahan aset dan BMD. Sebelas dua belas persoalan kerjasama begitujuga. Kerjasama Pemprov dengan pihak swasta sudah-sudah seperti Bangun Guna Serah (BGS) Tanah Bandar Serai masalahnya masih berlarut-larut sampai sekarang, dan kerjasama melibatkan aset daerah lainnya.

Terakhir, keinginan Pemprov menggenjot pembangunan adalah asa bersama. Kekritisan yang disampaikan menanggapi upaya Pemprov semata-mata demi kebaikan daerah. DPRD sebagai representasi masyarakat Riau mendukung sepenuhnya langkah dan upaya selagi mengedepankan prinsip good government dan good governance serta komunikasi dua arah antara eksekutif dan legislatif. Intinya, dukungan DPRD dan masyarakat Riau terhadap keinginan Kepala Daerah akan selalu mengiringi ikhtiar Kepala Daerah sepanjang pengambilan keputusan dilakukan secara terencana.

SOFYAN SIROJ ABDUL WAHAB, LC, MM. ANGGOTA DPRD PROVINSI RIAU

Baca Juga

BANSOS TANPA PAMRIH

Bantuan Sosial (Bansos) menjadi topik pembicaraan di berbagai media. Berawal dari keputusan Pemerintahan di bawah …